Monday, February 13, 2017

Jangan Diet di Semarang! (Part 2)


Tadaaa... Perjalanan hari ke dua di Semarang siap berlanjut. Hal pertama yang kudu dilakukan adalah mandi. Buat kamu pecinta disko, pas banget kalau nginap di hotel inapan kami yaitu Ibis Budget Semarang. Nggak cuma menawarkan jaminan bersih saat mandi *yaeyalah*, shower kamar mandinya ada lampunya dan bisa berubah-ubah warna, lho. Saat air dingin yang dinyalakan, lampunya warna hijau. Tapi begitu airnya di-setting ke panas, lampunya jadi warna biru. Beuh! This shower-lamp is so swag! Harusnya nama hotelnya ganti aja, jadi Ibis Budget Disco Semarang. Tetep bisa disko mesti budget terbatas. Halah...
Percaya, kannnn....
Tujuan pertama hari ini adalah Klenteng Sam Poo Kong. Membaca dari beberapa blog, katanya lokasinya agak jauh. Mending naik taxi saja, ongkosnya nggak mahal kok, sekitar Rp.20rb. Ternyata betul. Kalau jalan kaki, timbunan sarapan tadi di hotel bisa berkurang banyak. Nggak terlalu lama, kami sudah sampai di klenteng ini. Tulisan segede-gede gaban *walaupun gaban itu aslinya nggak gede* siap menyambut kami. Kalau nggak salah, ada tiket masuk yang harus dibayar. Tapi aku lupa-lupa ingat sih, ada atau nggak. Kami pun segera masuk dan berfoto-foto ria di dalamnya.
 



 

Menurut sejarah, klenteng Sam Po Kong adalah bekas tempat pendaratan pertama Laksamana Tiongkok bernama Cheng Ho di daratan Jawa. Lebih akurat lagi, bila baca di sini.

Catatan penting:
Di bagian belakang tempat kami foto-foto, ada satu section lagi yang agak menjorok ke bawah. Nah, kami sempat mau masuk ke situ. Katanya sih, bedanya bagian ini dengan bagian depan adalah bagian belakang ini untuk sembahyang. Tapi, ada harga tiket masuk lagi yang harus dibayar. Kami sih, nggak jadi masuk. Terlepas dari kami pun sepertinya nggak akan sembahyang di sana, pandangan subjektif saya adalah agak aneh ya, sembahyang kok dimintai uang. Kalau di sana ada kotak dana yang uangnya digunakan untuk membiayai daily operational, lain lagi ceritanya. Tapi ini dimintai sebagai harga tiket masuk. Sekali lagi, ini adalah pandangan subjektif saya, dan saya nggak mau berpikir negatif terlalu lama. Makanya, kami pun memilih untuk melipir keluar. Tapi kalau ada yang fine-fine saja dengan hal tersebut, sok atuh.. Manggaa...

Matahari mulai terik, kami pun makin lapar. *sebenernya kalau soal lapar, kami nggak tergantung pada jam, cuaca, maupun musim, sih.* Kami pun manggil taxi dan menuju Toko Oen di Jl. Pemuda No. 52. Sesampainya di sana, Ocha langsung kegirangan dengan nuansa toko ini yang old skool namun tetap terjaga kelestariannya. Banyak foto jadul terpampang di sekeliling ruangan, yang bikin kami menebak-nebak bahwa merekalah generasi awal pendiri toko kue dan makanan fusion Belanda-Chinese-Indonesia.

Ingat dengan perut yang keroncongan, menu Bistik Lidah yang jadi rekomendasi sejuta blogger pun kami pesan. Ocha yang asyik bernostalgia dengan makanan Belanda pun memesan Huzarensla, yaitu salad daging khas Belanda. Selain itu, kami juga memesan Poffertjes sebagai side dish. Hasilnya, perut gue rasanya kek mo jatoh!
Kumpulan Santapan Siang
Kelar makan, tancap gas! Ke Lumpia Mbak Lien. Hahaha. Makan lagi! Lokasinya nggak jauh, bisa ditempuh dengan jalan kaki, sambil menurunkan isi perut. Posisinya di dalam gang. Yang jualan kokoh-kokoh berlogat Jawa lebih kental dari yang bukan kokoh-kokoh. Cuma pake etalage secuprit. "Di depan ada rumah makannya, kok. Kalau mau makan di sana, juga bisa," kata kokoh itu. Kami pun coba mengintip rumah makannya. Ternyata cukup besar. Nggak terbatas pada lumpia, mereka juga menjual nasi dan lauk. Bahkan, mereka berusaha menjadi one-stop-shopping-place dengan turut menjual bandeng Juwana yang menjadi oleh-oleh khas kota ini. Kami pun cuma lihat-lihat, nggak makan. Lebih ke malu sih, karena baru aja dari Toko Oen. Masa makan lagi?!

Beli 1 lumpia goreng aja dari si kokoh, soalnya saya penasaran kayak apa rasanya. Well, basically lumpia berisi sayur-sayuran dan potongan daging yang digoreng, lalu tersedia saus kental manis sebagai cocolan. Buat saya pribadi sih, ini bukan makanan favorit saya karena lidah saya nggak bisa nyambung dengan saus kental manis itu. Tapi kalau nggak pake sausnya, jadinya lumpia biasa aja, ya. Tapi saya nggak suka, gimana dongg... Sudahlah, cepat habiskan! Saking cepetnya ngabisin, nggak saya foto ;(((

Abis ini, beneran jalan-jalan lagi, kok. Ke area Kota Lama. Mengunjungi Gereja Blenduk. Gereja ini sebenarnya masih aktif, tapi waktu kami ke sana, sepertinya jam kebaktian sudah selesai makanya sudah tutup. Menurut beberapa web yang saya kunjungi, blenduk artinya kubah. Soalnya, bagian atas gereja ini berbentuk kubah dengan warna merah terracotta. Katanya juga, gereja ini adalah gereja Kristen tertua di Jawa Tengah.

Difoto dari seberang jalan. Nebeng dari depan Gd. Asuransi Jiwasraya
Berjalan menelusuri Kota Lama, tentunya sambil browsing ada apa lagi di area ini. Kami menemukan beberapa spot seperti Stasiun Tawang, Polder Air Tawang, dan Gedung Pabrik Rokok Praoe Lajar. Tapi karena kepanasan, kami hanya memandanginya saja sambil jalan-jalan keliling sambil mendapat seruan, "Ada mbak turis. Hello, good morning!" oleh beberapa ibu dan anaknya yang mengira kami bukan produk lokal. Karena iseng, saya pun jawab sambil senyum, "Bukan, tapi good afternoon," yang dibalas dengan kaget dan tawa oleh mereka.
Cuma berhasil foto ini
Karena puanasssss banget, kami sempat berteduh di salah satu cafe, namanya cafe Spiegel Bar & Bistro. Keinginan kami tentu yang dingin-dingin ajahhh.. Mata saya langsung tertuju ke gelato. Seharga 25rb bisa mix 2 rasa. Sedangkan Ocha pesen minuman bernama Caipiranha. Doi emang waktu itu abis dinas ke Brazil. Trus dapet minuman unik beginian. Pas nemu, tentunya girang kembali. Rasanya asem unik segar. Pas untuk cuaca yang sedang hot-hotnya kayak Pilkada 2017. Eitss.. Nggak lupa untuk foto di depan cafe ini, yaitu foto yang jadi penyapa postingan kali ini. Akreditasi diberikan kepada bapak satpam cafe ini yang pintar mencari angle.
Selesai nge-charge diri, kami menelusuri jalan lagi hingga menemukan 1 klenteng lagi. Nggak terlalu yakin sih, apakah ini Klenteng Tay Kak Sie atau bukan karena saya lupa. Yang saya ingat, waktu itu sedang ada permainan wayang Po Te Hi (wayang Cina) di sana. Saya baru pertama kali menontonnya secara live. Keliling-keliling klenteng, kami duduk lagi di sana. Sempat jalan ke Semawis sih, yang katanya sepanjang jalan menjual makanan saat sore-malam. Tapi sepertinya kami terlalu cepat sampenya. Jadi, abangnya bahkan baru angkat ketek buat memasang tenda. Alhasil, kami kembali ke area Simpang Lima aja karena list tujuan kami sudah habissss... Kali ini sudah lebih pintar cari makanan karena punya pengalaman kemarin *sombong*

O iya, oleh-oleh nggak ketinggalan. Kami beli bandeng dan sejumlah cemilan di Bandeng Juwana Elrina di Jl. Pandanaran No.57. Nggak lupa, kami juga ke Toko Kue Opium Brownies di Jl. Gajahmada No. 88. Lokasinya di ruko kecil, tepat di sebelah Veneta Isi ulang Printer dan JNE. Toko kue ini sebenernya milik temen mama daku. Jadi semacam kami ke sana pun untuk menjalankan titah dari mamak. Tapi terlepas dari itu, kue-kuenya memang enak. Kami juga pernah pesan untuk dipaketkan dari Semarang ke Jakarta. Jagoannya tentu brownies panggang. Tapi, aku juga suka oat cookies dan kue-kue lainnya. *promosi*

Beban makin berat, kami pulang naik taxi. Beruntung, kami dapat taxi yang driver-nya mau mengantarkan kami berkeliling ke sana-sini. Pengin ke Nasi Goreng Pak Karmin dan Soto Pak No, dua-duanya tutup. Syedihhhh... Kami pun direkomendasikan ke Nasi Ayam Bu Wido. Beuh, mantap! Lanjut diantarkan lagi ke Sate Ayam Pak HM Hasan. Busyet! Keknya nih bapak juga tukang makan kali, ye. Tahu banget makanan endolita gini. Tempat makannya lesehan di pinggir jalan. Sepanjang jalan, semuanya jualan sate. Tinggal dipilih deh, yang mana yang disuka. Si sate ayam ini ternyata lokasinya nggak jauh dari Toko Oen.
Nasi Ayam Bu Wido

Sate Ayam Pak HM Hasan
Kelar menyantap segudang sajian, kami minta ampuunnnn.. Pulangkan kami yang perutnya pada udah kek hamil ini. Setelah memberikan ucapan terima kasih, doa bertubi-tubi, dan tips ke bapak driver Blue Bird yang baik hati ini, kami pun dipulangkan ke Ibis Budget Disco Semarang buat disco lagi dan zzzz...

Sebagian foto: Fransiska Soraya (Ocha)

Kelewatan Part 1-nya? Jangan syediihh.. Klik di sini.

No comments:

Post a Comment