Friday, April 8, 2011

GURU?!

well.. i'm working now..
di sebuah perusahaan baja di daerah pluit..
bukan posisi tinggi yang selama ini diidam-idamkan orang lain. Hanya Delivery Order (DO) Staff.
Suatu pekerjaan yang membutuhkan ketelitian yang teramat sangat untuk dapat membedakan berbagai jenis tumpukan order dari divisi marketing. Dan juga kesabaran tentunya, untuk dapat menahan amarah yang dapat meletus tiap saat mengangkat telepon dari divisi marketing yang terus meneror agar kertas order dapat diproses.
"I'm not deserved this kind of things. It's really unworthy for me", pikir saya dengan segala kesombongan yang well-structured sejak kecil. Keluarga dengan ekonomi terjamin, bukan golongan keluarga tidak terpandang, hampir selalu 5 besar di sekolah, mantan ketua osis, sering jadi kandidat peserta lomba matematika, bukan kutunya kutu buku juga, baju juga oke.
I'm on top, man!
"Kenapa gue jadi ngerjain kerjaan yang juga bisa dikerjain sama anak-anak yang ga kuliah sih?! Grr!"

Tapi saat ini saya tidak akan menceritakan segala jenis beban berat dan tekanan yang ditanggung. It's more personal stuff, anyway.

Beberapa minggu yang lalu, hadir pula seorang karyawan baru di divisi yang sama dengan kami. Yap, Delivery Order. Sama dengan kami yang sebelumnya tidak berpengalaman, dimulailah masa mentoring. Satu perbedaan yang mencolok yang cukup saya perhatikan adalah fisiknya tergolong lemah. Botol minumnya yang selalu terisi berbagai jenis ramuan herbal seperti ginseng, bunga matahari, dan kawan-kawannya. Dan itu berlangsung hampir setiap hari.

Dalam masa mentoring, tak ayal kalau kita tidak memperhatikan daya serap otak. Hmm.. cukup sulit ternyata baginya untuk dapat mengingat setiap detil section yang harus diisi. Dan parahnya, dia takut salah! Doh!
"Kan gue uda bilang, elo tu kalo salah proses juga kagak apa-apa. Namanya juga anak baru. Ci *** (Manager) juga pasti ngerti lah. Awal-awal kita juga begitu", kata salah seorang rekan.
"Dia tu gara-gara takut salah mulu, kerjanya jadi lama banget. Gue tu dari tadi uda ditelponin sama XXX ditanyain uda diproses ato belom. Ternyata tu kertas ada di dia, diulang-ulang mulu inputnya gara-gara takut."

Dan sekarang sudah 2 minggu ia bekerja, yang menurut kita kurang efektif dalam hal tempo. Gak keren donk ya kalau kita membicarakan seseorang di baliknya. Ok, kita putuskan untuk berbicara langsung dengannya tentang kesulitan-kesulitan yang mungkin ia hadapi.
And guess what.
"Hai @@@, elu bingung ga sama seri-seri fakturnya? Susah ga? Ngerti ga kalo g yang ajarin?"
Berharap dikasih jawaban, ternyata cuma dikasih senyuman yang ga ada yang tau apaan artinya, plus ditinggal ngabur! Great job!
Eits, itu ga berlangsung sekali dua kali. Kami cukup sering mencegat arah pulangnya dan mengiterogasi berbagai macam pertanyaan yang ada di kepala. Dan ternyata ada sedikit, SEDIKIT, perubahan gesture-nya.
"Iya, ga apa-apa. Ga bingung kok. Pulang dulu ya. uda ditungguin."
I knew you can guess how our face look like.

OK. Kembali ke topik.
Setelah pemutaran narasi yang cukup membuat emosi saya turun naik, we'll back to topic.
Dalam masa mentoring-nya yang juga melibatkan saya sebagai salah seorang mentor, saya membagikan materi yang telah saya pelajari di kantor, juga berbagi cara mengontrol dan mengekspresikan diri pada publik.
Lalu, disuatu keheningan kantor - yang karna emang udah ditinggal karyawan lain karena jam telah menunjukkan pk 18.00 - batin saya terhenyak untuk jadi seorang guru.
Wait wait..
guru?
gu-ru?
GURU?!
My mind must be kidding me!

Tapi di hati kecil saya yang polos nan lembut, ada suatu keinginan kuat untuk dapat membagikan seluruh cerita dan proses perjalanan yang saya dapatkan sewaktu di sekolah, kantor, dan gereja. Terutama memberikan segala hal yang saya pelajari selama 4 tahun (amin) kuliah.
Saya akan benar-benar memberikan seluruh apa yang saya miliki kepada orang di sekitar saya, apalagi yang membutuhkan.
Lalu, muncullah kata 'guru' di kepala saya. Karena saya pikir, menjadi guru-lah untuk mendapatkan akses ke orang banyak. Seperti yang dikatakan pendeta saya, "3 pekerjaan yang mempermudah akses penginjilan: pendeta, dokter, guru."
Dan lagi-lagi juga terinspirasi dari beberapa guru yang pernah mengajar di sekolah saya dulu. Mereka mengubah hidup banyak orang lewat sharing-nya, pengajarannya, proses hidupnya.

And i wanna be one of them.

Tapi dengan segala kematangan dan kebijaksanaan yang dianugrahkan, barusan terlintas di kepala saya:
"Lo ga harus jadi guru baru bisa kerjain rencana lu. Lo tetep bisa membagikan apa yang lo punya dan mengaplikasikan seluruh yang sudah lo terima di tempat dimana lu bekerja. Dan ketika semua itu terjadi, memang itu yang dari awal jadi panggilan lu."

I see how a small young lady influence me indirectly.
She was even no talking to me.
She did nothing.

But, she is used for changing the way I think about life.

Thanks @@@
and Thanks God.