Thursday, August 25, 2011

A Little Complication

I really am sorry.
I was lonely, and you were there.
If I knew, I would never let that terrible thing happened.
You know, that it still haunts me every time i close my eyes.

I don't know what I've to do to make this mess stops crawling in my head.
Cry won't help. I've tried that.
It's still stuck, and it sucks.

Hell yeah, I'm screwed up.



I agree what you've been doing is the best way to control the air.
Avoid the meetings, keep the chains on the door, and be invisible.
Ahh you know we're good on that.


OK. Let's get separated, and walk on our own way.
I'm not good for you,
and you neither.
So,
bye.

Friday, August 19, 2011

Saya tidak akan lomba makan kerupuk tahun depan

Rumah Alm. W. R. Soepratman sempat digadaikan untuk menjadi minimarket - Topik Siang, ANTV, 17 Agustus 2011


Bagaimana perasaan Anda ketika mendapat berita tersebut?
Well, mungkin seperti saya yang tiba-tiba saja terperanjat mendengarkan berita macam itu. Hingga saat ini yang sudah 'basi' terdengar adalah seputar hidup para veteran yang hidupnya tak terurus. Namun, untuk urusan yang satu ini, saya rasa saya tidak akan mengikuti lomba makan kerupuk lagi tahun depan.

Bagaimana tidak. Para veteran dengan status masih hidup saja belum masuk dalam daftar serius pemerintah, apalagi yang sudah tiada. Mungkin kursi pemerintah terlalu empuk hingga terlalu sayang untuk dilepaskan untuk sekedar meraih list veteran yang terombang-ambing pangan papannya. Atau mungkin para pejabat itu sibuk menjahit kantong celana dan jas agar tidak cepat bolong ketika menyusupkan segelintiran receh.
Ah.. tahu apa saya ini. Yang saya tahu hanyalah pemerintah adalah orang-orang super sibuk yang tidak punya waktu untuk tetek bengek seperti itu. Saya rasa lagu "Yang lalu biarlah berlalu" oleh Utopia band merupakan lagu favorit para pejabat.

Lalu apa hubungannya dengan tidak akan lomba makan kerupuk?
Jelas sangat berhubungan. Coba pikir, untuk apa berlomba-lomba lalu kegirangan bukan kepalang dan menari-nari di atas tanah yang para veteran tersebut perjuangkan. Masih punya mukakah kita? Kita hanya tahu: "Oh hebat ya para pahlawan memperjuangkan kemerdekaan". Tapi kita tidak pernah mengerti betapa HEBATNYA mereka itu memperjuangkan tanah yang baru saja kau loncati dan SELURUH TANAH AIR ini. Tahukah kau bahwa mereka pernah meregang nyawa? Tahukah kau bahwa mereka pernah membawa peluru di dada sambil berlari? Tahukah kau bahwa anak istrinya setiap hari berdoa agar mereka tidak mati di medan perang?

Tentu kau tidak pernah tahu. Begitu juga aku. Aku. Kau. Kita tidak pernah bisa punya muka untuk sekedar menghormati mereka setelah apa yang kita perbuat.
Pertanyaan paling sederhana: Seberapa sering Anda mengunjungi museum?



Hanya senyum miris yang bisa terbesit di wajah ini. Bagaimana ibu pertiwi tidak menangis sejadinya. Melihat muka anaknya yang sudah tak tahu lagi mau ditaruh mana menghadapi dunia yang tengah menertawakan kita. Ya, kita tunggu saja gelagak tawa tersebut di seluruh Asia Tenggara ketika tahun 2015. Dan tawa terbahak-bahak di tahun-tahun berikutnya, apabila bangsa ini tidak segera bangun dan mencuci muka.






"Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri" - Bung Karno
 


Sehari setelah kemerdekaan,
18 Agustus 2011